Pembelajaran Daring Masih Efektif?
Oleh: Slamet Widodo, S.Pd.*)
Sejauh ini, masih belum ada tanda-tanda secara resmi sekolah-sekolah melaksanakan pembelajaran di kelas seperti sebelumnya. Pembelajaran masih berlangsung melalui daring. Siswa masih di rumah. Namun gurunya sudah diharuskan datang ke sekolah dan memberi tugas daring dari sekolah. Hal itu disebabkan karena penyebaran Covid-19 belum ada tanda-tanda mereda.
Seiring berjalannya waktu, kegiatan belajar daring ini berjalan tidak bisa maksimal. Ada banyak faktor yang menjadi penyebab. Salah satunya adalah keberadaan sinyal seluler, keterbatasan kemampuan wali murid dalam membeli kuota internet. Sebenarnya hal itu masih bisa teratasi.
Ada lagi, masalah baru yang mulai muncul. Rasa jenuh dan bosan yang dirasakan oleh siswa dan orang tua. Mungkin karena terlalu lama belajar di rumah. Sehingga pembelajaran daring sudah tidak efektif lagi.
Untuk menjalin interaksi secara langsung antara guru dan siswa, ada beberapa lembaga yang membuat jadwal untuk siswa datang ke sekolah. Waktunya sekali dalam seminggu. Siswa memakai seragam bebas. Tidak seragam sekolah.
Dari sini, saya teringat sebuah pesan broadcast yang tersebar di WhatsApp. Pesan itu terkesan bercanda, namun jika dicermati, sangat relevan dengan kondisi saat ini. Isi pesannya kurang lebih seperti ini.
Sudah beberapa hari ini, setiap pagi tampak anak-anak membawa tas sekolah dengan pakaian bebas, bukan seragam sekolah.
Pagi tadi, saya sempatkan bertanya kepada salah satu dari mereka.
“Mau ke mana, Mas?”
“Ke sekolah, pak.”
“Kok tidak memakai seragam?”
“Kata pak guru, biar Corona nggak tahu kalau kami sedang sekolah.”
Mari tersenyum sejenak. Agar syaraf tidak tegang. Hehehe.
Kembali pada permasalahan.
Salah satu lembaga yang menjadwalkan siswa agar datang ke sekolah adalah lembaga tempat saya bertugas. Wakil kepala urusan kurikulum telah membuat jadwal pertemuan. Siswa kelas 7 dijadwalkan datang ke sekolah pada hari Senin, kelas 8 pada hari Selasa dan kelas 9 hari Rabu. Semua siswa dan guru wajib mengikuti protokol kesehatan. Siswa berada di sekolah dari pukul 8 pagi sampai pukul 11.
Saat di sekolah ini, agenda utamanya adalah siswa mengumpulkan tugas yang diberikan oleh guru seminggu sebelumnya. Juga menerima tugas untuk dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.
Nah di sini, muncul permasalahan baru. Ternyata tidak semua siswa mengerjakan dan mengumpulkan tugas. Padahal waktu mengerjakan cukup lama, satu minggu. Saat ditanya, beragam alasan mereka utarakan. Alasannya klasik: lupa.
Jika boleh berasumsi, ternyata siswa mulai abai dengan tugas yang mereka terima. Mereka tidak lagi respek dengan tugas-tugas yang dikirim guru di grup WhatsApp. Selain itu, orang tua pun mulai jenuh dengan kondisi seperti ini. Tugas membimbing anak, yang biasanya dilakukan oleh guru, kini sepenuhnya diserahkan kepada orang tua. Otomatis pekerjaan utama mencari nafkah dan pekerjaan rumah lainnya pun sedikit terganggu.
Orang tua pun mulai stres menghadapi anaknya yang kurang responsif. Juga mengalami kesulitan saat anaknya meminta bantuan dalam menyelesaikan materi-materi pelajaran yang diberikan guru. Hal itu terbukti, banyak mama-mama muda (mahmud) dan mana-mana cantik (macan) curhat di media sosial. Mereka cerita dengan gaya khas Bu Tejo di depan kamera android lalu di share di berbagai media sosial: WhatsApp, Facebook, IG, Tiktok dan lain-lain.
Nah, sekarang orang tua sadar. Seperti itulah yang guru rasakan saat membimbing anak-anak di sekolah. Ternyata peran guru di sekolah sangatlah penting. Namun, kadang jika ada siswa yang “dijewer” guru karena tidak taat aturan. Orang tua tak terima. Lalu melaporkan kepada pihak yang berwajib. Ah, sudahlah.
Semua pihak berharap, pandemi ini segera berakhir. Sehingga anak-anak bisa masuk sekolah kembali.
Simorejo, 7 September 2020
*) Guru MTsN 3 Bojonegoro
PJJ masih akan dinikmati, walaupun sekolah mulai melakukan Action Plan Pembelajaran Tatap Muka, sepertinya sah saja. Asalkan tetap memperhatikan mekanisme pembukaan sekolah untuk tatap muka dipastikan terpenuhi.
Kita jalani, nikmati, dan syukuri PJJ dengan segala kisah indah semoga menjadi pembelajaran bahwa belajar dari rumah bisa berlangsung efektif jika ada sinergi antara sekolah, guru, orang tua, siswa, dan masyarakat sekitar.