AYO BELAJAR BERBAGAI GENRE TULISAN
Oleh: MUCH. KHOIRI
SAHABAT, selagi masih sehat, ayo sama-sama belajar berbagai genre tulisan. Ayo belajar reportase, catatan harian, feature, artikel opini, artikel ilmiah; juga pelajari cerpen, puisi, lakon, dan sejenisnya. Tidak harus semua genre tulisan, namun jangan hanya satu genre–artikel opini misalnya–; setidaknya dua genre; syukur lebih. Lebih banyak, lebih bagus. Mengapa begitu?
Sahabat, sebuah tulisan adalah medium atau alat ekspresi dan komunikasi untuk menyampaikan maksud penulis kepada orang lain alias pembaca. Tulisan berfungsi sebagai alat penyampai. Dalam perspektif ini, jika kita memiliki berbagai alat, yang diterapkan sesuai tuntutan sikon, kita bisa menyapa beragam pembaca dengan berbagai keuntungan. Kita bisa berkomunikasi dengan siapa saja lewat karya.
Ingat, Sahabat, ada masyarakat yang suka karya fiksi. Maka, kita perlu menyapa mereka dengan karya-karya fiksi semisal cerpen, dongeng, puisi, novel, dan lakon/drama. Drama dan novel mungkin berat ya, maka cerpen adalah alternatif genre yang perlu kita pelajari dan kuasai. Cerita dongeng atau cerita rakyat bisa digubah pula, bukan? Lalu, puisi, genre yang kerap dimusikalisasikan ini, penting kita kuasai. Jadilah kita seorang penyair dan kita sekali tempo bisa ikut manggung.
Sementara, ada pembaca yang suka karya nonfiksi, baik artikel ilmiah (untuk jurnal dan konferensi) maupun artikel semi-ilmiah termasuk esai kreatif, artikel opini, catatan harian, artikel best-practice, feature, reportase, dan sebagainya. Karena itu, jangan kita beri mereka karya fiksi; pasti mereka tidak tertarik. Mereka perlu diberi bacaan karya sesuai genre tulisan yang mereka minati, yakni karya-karya nonfiksi.
Meski demikian, Sahabat, kita sama-sama tahu, untuk media publik, baik cetak maupun online, kita tidak bisa dengan mudah memetakan siapa saja masyarakat yang suka karya fiksi dan karya nonfiksi. Karena itu, sebaiknya kita mampu menulis dan menyediakan karya dengan berbagai genre. Bahkan, untuk buku sekalipun, kita perlu siap untuk berposisi demikian. Buku kan sejatinya hanya kemasan, isinya ya fiksi atau nonfiksi.
Kita akan paham, Sahabat, bahwa ide-ide yang berkelebat di dalam diri kita akan mencari bentuk atau kemasannya sendiri. Selagi kita punya stok kemasan-kemasan, ya alat-alat ekspresi ide, akan mudahlah bagi kita untuk menuangkan berbagai ide. Pada sisi lain, ketika masyarakat pembaca menuntut kita untuk menulis genre tertentu (lewat trend dan kecenderungan pasar buku), kita sudah siap mengolahnya.
Tentu saja, kita tidak lupa, untuk menghasilkan yang terbaik, semua amal perlu ilmunya. Untuk latihan dan lihai bersepeda, kita harus tahu teori bersepeda. Untuk menjadi jago dalam golf, kita juga harus menguasai ilmu bermain golf. Untuk jualan bebek goreng, ya kita harus menguasai ilmu perbebek-gorengan. Analog itu, untuk menguasai berbagai genre tulisan, kita wajib belajar teori dan praktik genre-genre itu satu persatu. Nalarnya sederhana, bukan?
Memang, Sahabat, semua itu sederhana dikatakan, namun tidak mudah dilakukan. Jangankan beberapa genre tulisan, satu saja pun kadang memakan waktu berbulan atau bertahun lamanya. Kadang malah ada yang berjuang habis-habisan hingga berdarah-darah; ada pula sahabat yang menyerah di tengah jalan. Hanya sedikit yang berhasil lulus sebagai pemenang dalam satu genre saja. Merekalah pejuang sejati, kita patut salut pada mereka.
Namun, bersama kesulitan ada solusi. Cobalah kita tempuh strategi multi-project training, yakni latihan menulis dengan sistem multiprojek. Pada saat sama kita belajar menulis artikel narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi. Sejajar narasi dan deskripsi, kita bisa belajar cerpen, cerita rakyat, atau catatan harian. Sejajar eksposisi dan argumentasi, kita juga bisa mendalami artikel opini, catatan perjalanan, atau esai kreatif. Kalau belajar, ayo kita belajar dan berlatih yang serius dan penuh komitmen.
Sebagai penyedap, kita perbanyaklah membaca karya sastra. Selain memperkaya kosa kata dan diksi, jangan terkejut jika kita juga terinspirasi untuk mencoba belajar menulis puisi, cerpen, atau lakon. Terlebih, jika berada dalam kegagalan ( failure), termasuk kondisi putus cinta, miskin, atau dicaci-maki, maka percayalah bahwa dalam sekejap kita akan menjelma menjadi ‘sastrawan’. Sastra akan memberi kita ruang bebas imajinasi untuk berekspresi dan berkomunikasi.
Sejauh itu, semua itu kembali pada kita masing-masing, Sahabat. Kalau kalian mau, ya ayo belajar bareng di sini. Jika tidak mau, ya sudah, tidak ada paksaan dalam belajar menulis. Namun coba bayangkan, kita menguasai artikel, puisi, cerpen, catatan harian, dan sebagainya. Betapa enaknya suatu saat ketika punya ide, kita tinggal memilih mau menulis dalam genre apa. Kita akan produktif dan kreatif dengan otomatis.Multi-project writing produces quantity and quality. Brilian, bukan?[]
*Much. Khoiri adalah penggerak literasi, trainer, editor, dan penulis buku dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa)