Suatu hari nanti, cerita ini akan dibaca oleh keturunan 100 tahun lagi. Mereka akan tau, bila dulu nenek moyang mereka mati-matian berjuang demi esok hari agar masih bisa bernapas dan membuka mata selebar mungkin. Kejadian ini akan menjadi legenda sekaligus palu untuk orang-orang yang selama ini menghambur-hamburkan waktu dan kesempatan. Mereka ditelan Corona mentah-mentah. Corona tak memiliki indra pendeteksi jabatan atau kekayaan. Ia menjadi karma untuk orang-orang yang selama ini tak bertanggung jawab. Dan tanpa sadar, manusia telah membunyikan alarm alam, membangunkan amarah bumi, runtuh tak lagi utuh tinggal separuh kebahagiaan manusia. Mereka yang berhasil bertahan hingga detik ini adalah sang pejuang sejati yang terus melangitkan harapan sepenuh hati.
Kuhidupkan televisi rumah. Tampak di layar kaca berjuta orang berkaca-kaca. Setiap hari yang disiarkan itu itu saja. Semua channel TV menampilkan pemandangan yang sama. Tentang manusia yang durhaka dan bumi bagai neraka. Lautan mayat tersebar di berbagai penjuru dunia. Orang yang hidup maupun yang mati semuanya lelah. Asa mereka telah putus. Beberapa manusia bahkan ada yang memilih mengakhiri hidupnya. Mengatakan bahwa hidup dan mati tak ada bedanya. Sama-sama dikarantina, dikurung dalam peti mati. Pikiran mereka telanjur buntu sebelum pemerintah menyeru.
Aku perkenalkan, COVID-19 namanya. Mungkin kalian semua sudah mendengar, tetapi bagi orang-orang masa depan nanti, kuperkenalkan Corona kepada kalian melalui tulisan. Kalian tidak ingin melihat dan berjabat tangan dengan Corona, bukan? Hampir satu tahun sejak Corona merajai dunia. HP layar sentuhku dihiasi dengan peringatan perintah akan Corona sejak beberapa bulan yang lalu. Aku yang masih berstatus pelajar terpaksa harus belajar dari Corona. Memang mata pelajaran Corona tidak ada, tapi ujiannya sekarang sedang terjadi. Banyak murid yang menyesalkan doanya pada Tuhan tentang liburan. Ya, Tuhan memang adil. Kedatangan Corona membuat belajar tak lagi di sekolah tapi di rumah. Orang tua dan guru sama-sama resah, takut bila generasi bukan negatif Corona tapi positif bodoh.
Kesempatan senggang ini kubuat untuk mengasah bakatku yaitu menulis. Kuselipkan opiniku di setiap diksi yang kupilih. Tanpa sadar aku telah menganggap Corona sebagai kawan pendamping kehidupan. Aku tak tau sampai kapan, yang penting aku masih berkarya tanpa ada batasan. Kuciptakan berbagai balada tentang Corona. Bila pandemi ini tidak ada, mungkin tulisan ini juga tidak ada. Corona aku manfaatkan sebagai alat untuk meraih kemenangan di perlombaan tentang kepenulisan. Belajar dari Corona nyatanya harus terus menerus setiap hari. Jadwal mata pelajaran Corona yaitu setiap waktu. Tak ada kompensasi sebab Corona tak pasti dan ia tak pernah membuat janji. Sepertinya Corona ingin singgah sebentar di bumi. Duduk manis melihat orang lalu lalang. Atau mungkin sedang melakukan pengecekan bersama malaikat, melihat perilaku manusia semakin nekat atau memilih bertaubat.
Laptopku setiap hari hidup menjadi kawan keduaku setelah Corona di musim pandemi ini. Pandemi bukan alasan untuk menyerah dan memilih pasrah tanpa usaha asal berserah. Kudengar berita bahwa para pujangga kebanggan negeri sudah mulai banyak yang meninggalkan dunia. Di tengah kehancuran dunia yang terombang-ambing ini, adakah penerus masa kejayaan para pujangga? Masihkah tersedia stok semangat juang pemuda di situasi sekarat seperti ini?
Hai kawan yang membaca ketikanku ini! Pandemi tidak pandemi kalian harus tetap semangat meraih kesuksesan. Bukankah pandemi tidak pandemi kalian sama-sama harus makan? Maka masukkanlah semangat hidup ke dalam 4 sehat 5 sempurnamu. Ibu pertiwi sudah muak mendengar keluhan sana sini. Sebagai generasi penerus bangsa kita harus membantu Indonesia bangkit dengan mendonasikan karya hasil memeras pikiran. Jangan cuma rebahan. Ayo lawan kemalasan. Kita hidup di dunia sementara karena kita hanya makhluk fana yang memiliki sedikit kesempatan. Setiap detik, setiap detak, setiap napas yang berhembus, ada pertanggung jawaban kita kepada Tuhan. Ada pertanggung jawaban kita pada keturunan. Apa yang telah dilakukan pelajar angkatan Corona ketika semua itu terjadi? Ya, kusampaikan pada kalian bila kabar tahun 2020 sangat buruk. Disambut dengan virus yang membuat berbagai sektor ambruk tak tau kapan pesta Corona yang diadakan tidak hanya semalam ini selesai.
Apa hikmah yang bisa diambil dari pandemi? Apakah hanya pelajar saja yang mengambil hikmah pandemi? Tentu tidak. Seluruh umat manusia yang diberi waktu kontrak hidup di bumi oleh Tuhan saat ini wajib mengambil hikmahnya. Merasa tertekan? Merasa malas menggerakkan badan? Setiap hari selama sewindu ini hanya memanjakan nafsu menghabiskan kuota internet dengan alasan peristiwa ini hanya terjadi 100 tahun lagi jadi perlu dirayakan? Jangan mencari alasan. Tuhan sudah memberimu kesempatan. Apa hikmah yang bisa kamu ambil? Corona tak akan pernah mengadakan acara bagi-bagi hikmah, tetapi kitalah yang harus mencarinya. Mau menunggu Corona hilang? Kabar bumi kembali sehatpun masih bayang-bayang. Jangan menunggu Corona pamit, sebab kita juga tidak tau sampai kapan hidup kita ini mencapaI limit.
Tanyakan pada diri sendiri. Apa yang telah kita lakukan semasa pandemi? Mengembangkan bakat positif adalah hal yang wajib dilakukan. Aku hanya bisa menyemangati lewat tulisan yang kalian baca ini. Bakat tidak harus menulis sebab potensi orang berbeda-beda. Aku bukan kamu dan kamu bukan aku. Tapi kita terikat sedarah atas nama Indonesia yang artinya harus saling menyemangati.
Sudah jangan terlalu lama memikirkan hikmahnya. Cukup 10 menit kau merenung. Selanjutnya, 23 jam 50 menit sisanya kau gunakan untuk membangun masa depan 10 tahun kemudian. Belajar dari pandemi tak harus mendapatkan posisi sebagai pasien yang terjangkit dulu baru sadar. Lihatlah sekitar! Mungkin virus Corona sekarang ada di depanmu. Jangan menunduk! Balas tatapan Corona dengan semangat hidup. Nantinya pengalaman belajar dari pandemi kalian akan menjadi dongeng sebelum tidur yang manis diceritakan kepada orang-orang tersayang. Tugas pelajar adalah belajar. Namun bukan hanya belajar mata pelajaran sekolah saja. Mata pelajaran hidup juga harus dipelajari. Karena apa? Karena belajar dari pandemi sudah termasuk mata pelajaran kita secara tidak langsung. Kau tau? Meski skor dari ujian mata pelajaran pandemi tidak terlihat dan diumumkan guru, namun jika kau berhasil tetap tersenyum tulus membahagiakan orang sekitar, maka nilai belajar dari pandemi amat sangat tinggi dan patut dipertahankan.
tulisan yg bagus dari siswa di masa pandemi, terima kasih
Joz lanjut
Mantap
Luar biasa… Mengena sekali di hati setiap kalimatnya
Terimakasih
Waah kereen mbak Nora, itu tulisan murid mbak Nora ya padahal masih SMP? Hmmm … dulu gurunya.
Mau belajar dari gurunya. Bagaiman melatih siswa menjadi penulis. Sementara itu melatih diri sendiri untuk konsisten menulis. Tuhan, alangkah pandai siswa itu menuangkan gagasan.
Keren,, tulisan seorang pelajar yang terus berkarya di masa pandemi…. Tulisan yang sangat baik, mengingatkan supaya tetap memanfaatkan waktu dalam mengasah potensi diri… Terimakasih