Ingat PGRI, Ingatlah Unifah Rosyidi! Itulah pesan Omjay untuk pembaca kompasiana. Ibu Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd adalah ketua umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia. Beliau terpilih dari hasil konggres XXII PGRI 2019 di Britama Arena Kelapa Gading Jakarta Utara.
Waktu itu, Omjay mengikuti proses pemilihannya. Ada 3 kandidat calon ketua umum PB PGRI saat itu. Ketiganya adalah Qudrat Nugraha, Unifah Rosyidi, dan Agus Suradika. Proses pemilihan berjalan secara demokratis dan PGRI kembali bergembira dengan ketua barunya. Bunda Unifah sebelumnya terpilih untuk memimpin PGRI sementara waktu, menggantikan ketua Umum PB PGRI pak Sulistyo yang meninggal.
Saat itu semua mendukung kepemimpinan ibunda Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd. Kepengurusan berjalan dengan normal dan banyak memberikan masukan untuk pemerintah. PGRI bahkan berani menolak organisasi penggerak yang digagas oleh mendikbudristek Nadiem Makarim.
PGRI lebih fokus untuk menuntaskan nasib guru honorer yang nasibnya masih belum jelas untuk diangkat menjadi guru PNS. Menurut Unifah Rosyidi, PGRI sebagai organisasi profesi guru, pendidik, dan tenaga kependidikan telah tumbuh menjadi kekuatan moral intelektual dalam memperjuangkan peningkatan harkat martabat anggotanya.
Kini, PGRI yang dipimpin oleh Unifah Rosyidi harus lebih mengedepankan sikap inklusif, dialogis, dengan memegang teguh etika, saling menghormati, dalam spirit organisasi yang mandiri, unitaristik, dan non-partisan.
Sedang giatnya berbenah diri, datang cobaan dari dalam organisasi. Kisruh Internal Jadi Ujian PGRI sebagai Organisasi Profesi Guru.
Sebagai organisasi profesi guru tertua dan terbesar, Persatuan Guru Republik Indonesia atau PGRI kini tengah diuji komitmennya mengawal pendidikan bangsa.
Kisruh internal dalam kepengurusan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia atau PB PGRI belum juga mereda menjelang Hari Guru Nasional yang bertepatan juga dengan Hari Ulang Tahun Ke-78 PGRI. Kita sungguh prihatin mendengarnya.
Kepengurusan PB PGRI di bawah kepemimpinan Unifah Rosyidi sebagai ketua umum merupakan hasil Kongres XXII PGRI Tahun 2019 sampai pada Kongres XXIII PGRI yang dilaksanakan pada awal Maret 2024. Hingga saat ini, kepengurusan PB PGRI didukung 31 pengurus PGRI provinsi dan kabupaten/kota. Pendukung kepemimpinan Unifah Rosyidi kian terus bertambah.
Bunda Unifah Rosyidi memaparkan, gejolak internal PB PGRI dan PGRI provinsi dan kabupaten/kota terjadi sejak beberapa bulan terakhir ini dan puncaknya undangan KLB yang ditandatangani pengurus yang telah diberhentikan sebagai pengurus PB PGRI.
Pelaksanaan KLB tersebut hanya dihadiri perwakilan tiga provinsi dan lima kabupaten/kota karena tidak sesuai dengan (AD/ART) PGRI. Kegiatannya dilaksanakan di sebuah sekolah di Jawa Timur dan bukan di asrama haji Sukolilo.
Sesuai ketentuan AD/ART di Pasal 63 Ayat (2), KLB dilaksanakan jika konferensi kerja nasional menganggap perlu atas dasar keputusan yang disetujui paling sedikit dua pertiga jumlah suara yang hadir; atas permintaan lebih dari seperdua jumlah kabupaten/kota yang mewakili lebih dari seperdua jumlah suara; atau apabila dipandang perlu oleh pengurus besar dan disetujui oleh konferensi kerja nasional.
Pelaksanaan KLB yang dilaksanakan pada 3-4 November 2023 tersebut merupakan KLB ilegal karena tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam AD/ART dan tidak mendapatkan izin dari pihak keamanan setempat. Para oknum PGRI tersebut berusaha untuk menjatuhkan ketua umum PB PGRI yang sah.
Sebanyak 31 pengurus PGRI provinsi telah mendukung penuh pemberhentian sembilan oknum pengurus PB PGRI berdasarkan Keputusan Pengurus Besar PGRI Nomor 101/Kep/PB/XXII/2023 tertanggal 27 Oktober 2023 dan membekukan kepengurusan Provinsi PGRI Jawa Timur, Riau, dan Sumatera Utara serta Pengurus PGRI Kabupaten Banyuwangi, PGRI Kota Probolinggo, PGRI Kabupaten Sumenep, PGRI Kabupaten Pamekasan (Jawa Timur), dan PGRI Kota Tebing Tinggi (Sumatera Utara) yang memberikan dukungan tertulis atau pribadi-pribadi apabila di kemudian hari terbukti mendukung KLB ilegal di Surabaya.
Sejak saat itu, ada dualisme kepemimpinan yang terjadi di PB PGRI yang diduga terkait ketidakpuasan pada kepemimpinan pengurus saat ini dan juga dinamika pemilihan ketua umum PB PGRI tahun 2024. Mereka sudah kebelet ingin mengganti Unifah Rosyidi.
Berbekal Surat Keputusan Direktur Jenderal Administrasi dan Hukum Umum Nomor: AHU-0001568.AH.01.08 Tahun 2023 tanggal 13 November 2023, terjadi perubahan susunan dan komposisi organ perkumpulan PGRI. Mereka mengubahnya secara online.
Saat ini kepengurusan PGRI yang sah di bawah pimpinan Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi, tetapi sesuai surat keputusan tersebut diganti oleh sejumlah oknum pendukung Kongres Luar Biasa (KLB) yang dinyatakan ilegal. Kami menyebutnya ketum ONLINE.
Bahkan, pimpinan baru tersebut berusaha untuk “menguasai” kantor PB PGRI di Jakarta. Kepengurusan PB PGRI versi baru yang dinyatakan ilegal oleh pengurus saat ini dipimpin Ketua Umum Teguh Sumarno dan Sekretaris Jenderal Mansyur Arsyad.
Omjay sendiri belum mengenal kedua sosok ini. Kabarnya pak Teguh itu mantan ketua PGRI Provinsi Jawa Timur dan pak Mansyur seorang pejabat di kementrian. Belum terlihat prestasi apapun selama mereka ada di PGRI.
Omjay terus terang merasa sedih. Belakangan ini kami merasakan sedih dan prihatin melihat dinamika yang terjadi di tubuh PGRI. PGRI sebagai analogi dari kapal besar kini terancam karam, bukan karena empasan ombak dari luar, melainkan dibocori dari dalam oleh segelintir oknum penumpang yang menyertainya. Hal itu disampaikan oleh sahabat Omjay bapak Sumardiansyah yang kini menjabat sebagai ketua APKS DKI Jakarta.
Bapak Sumardiansyah mengecam tindakan ilegal dan inkonstitusional, serta tanpa sadar telah meruntuhkan muruah (wibawa, kehormatan, dan harga diri organisasi).
Omjay mendukung penuh berbagai upaya yang dijalankan oleh PB PGRI, pengurus PGRI provinsi, kabupaten/kota untuk menyelesaikan berbagai yang terjadi dengan cara-cara yang konstitusional menurut hukum negara, hukum organisasi (AD/ART), dan etika sebagai pendidik.
Pada akhirnya kami meyakini dengan becermin dari sejarah, bahwa PGRI sebagai organisasi guru tertua dan terbesar di Indonesia sudah menempuh perjalanan panjang melintasi ruang dan waktu. Tantangan dan peluang yang silih berganti hadir sesuai jiwa zamannya masing-masing telah menempa PGRI menjadi organisasi yang matang dan kokoh.
Tentu kenyataan sejarah ini harus dibarengi dengan keyakinan bahwa kapal besar PGRI ini akan mampu melewati terjangan ombak di lautan dan mengantarkan para penumpangnya hingga selamat sampai ke dermaga tujuan. Itulah yang kami sangat harapkan.
Memang harus diakui, tanda-tanda kebocoran dari dalam mulai menunjukkan kenyataan pada 14 Juni 2023 dengan adanya mosi tidak percaya yang ditujukan kepada Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi dari segelintir pengurus PGRI provinsi dan mendapat dukungan dari beberapa oknum yang duduk di jajaran PB PGRI.
Istilah mosi tidak percaya tidak dikenal dalam AD/ART sehingga bisa dikatakan bahwa mosi tersebut lebih bersifat politis dengan tujuan menggembosi organisasi dan membangun opini yang sesat atas kepemimpinan Ketua Umum PB PGRI saat ini.
Alhamdulillah kepngurusan PB PGRI yang dipimpin oleh Unifah Rosyidi tetap solid. Kepengurusan PB PGRI dipimpin Unifah Rosyidi sebagai ketua umum merupakan hasil Kongres XXII PGRI Tahun 2019 sampai pada Kongres XXIII PGRI yang dilaksanakan pada awal Maret 2024. Hingga saat ini, kepengurusan PB PGRI didukung 31 pengurus PGRI provinsi dan kabupaten/kota.
Sebenarnya, gejolak internal PB PGRI dan PGRI provinsi dan kabupaten/kota terjadi sejak beberapa bulan terakhir ini dan puncaknya undangan KLB yang ditandatangani pengurus yang telah diberhentikan sebagai pengurus PB PGRI.
Pelaksanaan KLB tersebut hanya dihadiri perwakilan tiga provinsi dan lima kabupaten/kota karena tidak sesuai dengan (AD/ART) PGRI. Banyak pengurus provinsi yang tidak mendukung adanya KLB tersebut. Tentu saja para oknum tersebut sangat kecewa luar biasa. Mereka datang ke Jawa Timur tapi tidak banyak mendapatkan dukungan.
Sesuai ketentuan di Pasal 63 Ayat (2), KLB dilaksanakan jika konferensi kerja nasional menganggap perlu atas dasar keputusan yang disetujui paling sedikit dua pertiga jumlah suara yang hadir; atas permintaan lebih dari seperdua jumlah kabupaten/kota yang mewakili lebih dari seperdua jumlah suara; atau apabila dipandang perlu oleh pengurus besar dan disetujui oleh konferensi kerja nasional.
Kami tidak segan untuk memperkarakan secara pidana dan perdata hasil keputusan KLB ilegal tersebut ke ranah hukum demi menjaga muruah organisasi. Ingat PGRI, Ingatlah Unifah Rosyidi! Hidup guru, Hidup PGRI, solidaritas yes!
Salam Blogger Persahabatan
Omjay