KUPELUK KAU DALAM DOA.
Oleh: Sri Sugiastuti
“Ketahuilah, bahwa harta dan anak-anakmu hanyalah sebagai cobaan, dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Hamil, melahirkan, dan punya anak menjadi bagian dari seorang yang berpredikat seorang istri. Ia akan berproses menjadi seorang ibu. Bu Kanjeng pun tidak pernah menyalahi kodratnya. Walaupun 3 kali gagal menjaga amanah yang diberikan Allah.
Perjuangan Bu Kanjeng dalam mempertahankan kehamilan, sebenarnya sudah optimal. Tetapi ia harus lapang dada menerima kenyataan, dan tetap bersemangat serta optimis untuk mewujudkan harapan ayah bundanya yang ingin menimang cucu secepatnya. Memiliki buah hati menjadi salah satu komitmen ketika Bu Kanjeng menikah untuk membangun sebuah keluarga yang sakinah mawadah warhomah.
Bu Kanjeng sulung dari 3 bersaudara yang menikah di usia 25 tahun. Setelah menikah genap 3 bulan ia dinyatakan hamil. Alhamdulillah, hatinya pun berbunga-bunga begitu juga dengan sang suami, dan kedua orangtuanya. Bu Kanjeng pun
hampir sama dengan ibu-ibu hamil lainnya. Sejak dinyatakan hamil ia rajin ke dokter kandungan, menjaga pola makan, menjaga kesehatan, dan menjadi agak manja karena sering minta perhatian dari suami dan keluarga.
Di awal kehamilan alhamdulillah Bu Kanjeng baik-baik saja. Padahal biasanya banyak ditemukan pada Bumil di tri wulan pertama kehamilannya. Prilaku saat ia hamil buah kesukaannya semangka. Lalu perlahan tapi pasti berat badannya bertambah. Aktivitasnya tidak terganggu dengan kehamilan ini.
Bu Kanjeng benar-benar menikmati kehamilan pertama ini hingga usia kandungan memasuki bulan ke 8.
Ya, Bu Kanjeng ingat dengan perut buncit dan gaun pesta ala Bumil, ia menghadiri undangan pernikahan temannya. Banyak tamu yang dikenal memberi ucapan selamat dan mendoakan keselamatan dirinya dan si calon bayi.
Namun, apa yang terjadi? Allah justru berkehendak lain. Bayi dalam kandungannya yang biasa menyapa dengan sikut atau kakinya bergerak sana sini, atau menendang sayang bagian pinggul tubuh Bu Kanjeng, tak lagi dirasakan.
Bu Kanjeng tenan,g saja. Sementara Ibunya justru curiga. Ia mengajak Bu Kanjeng ke dokter. Ada rasa cemas di matanya, ketika melihat Bu Kanjeng yang lapor tentang calon bayinya dengan dana datar tanpa rasa cemas. Mungkin karena Bu Kanjeng menganggap semua itu hal biasa dan semua akan baik-baik saja.
Sesampai di ruang periksa di sebuah klinik bersalin, pemeriksaan berjalan cukup lama. Tahun 1987 USG hanya ada di RS besar. Kandungan Bu Kanjeng hanya dideteksi dengan alat yang menyalurkan gelombang suara. Dopler namanya. Dokter dengan tegas menyatakan bahwa calon bayinya sudah meninggal. Tindakan yang harus dikerjakan adalah proses kelahiran harus dipacu agar sang ibu tidak keracunan air ketuban.
Mata Bu Kanjeng seketika terasa gelap dan dunia seakan runtuh. Ucapan yang baru didengar dari dokter awalnya dianggap halusinasi. “Secepatnya bayi yang sudah tidak bernyawa itu harus dikeluarkan.”
Suaminya, orangtua dan kedua adiknya menghibur.
“ Ikhlaskan ya, mungkin ini yang terbaik,” Bu Kanjeng sendiri sudah kehabisan airmata, matanya sembab dan kepalanya rasanya melayang, mulutku tak henti beristiqfar sambil menikmati akibat dari obat pemacu yang mulai bereaksi agar kontraksi lebih sering dan sang bayi segera lahir.
Ketika dokter dan bidan yang membantu prosres kelahiran memberi komando agar Bu Kanjeng mengejan, ia berharap mendengar suara tangisan bayi yang melengking, seperti yang sering diihat di sinetron. Ternyata tidak. Bayi itu memang sudah meninggal. Innalilahiwainailahi rojiun. Suaminya memberi nama bayi ganteng itu “ Ibnu Faisal Hanif Mufida. Seorang anak lelaki yang teguh dan berguna. “Aku ikhlas ya Allah semoga jihadku membuat’Mu ridha.”
*****
Pasca melahirkan anak pertama dokter berpesan agar Bu Kanjeng sebsiknya jangan hamil dulu selama 6 bulan. Rahim perlu istirahat. Dan suami istri itu diminta untuk memeriksakan diri untuk mencari tahu penyebab kematian bayi pertamanya. Tetapi belum genap 6 bulan. Menstruasi Bu Kanjeng berhenti. Ketika tes urine, ia positif hamil lagi. Alhamdulillah sujud syukur dipanjatkan pada Allah.
Bu Kanjeng lebih berhati-hati menjaganya. Bila di kehamilannya yang pertama ia biasa periksa di dokter kandungan yang memiliki rumah bersalin saja, Saatnya ia periksa di Rumah sakit umum yang lebih besar, agar segala sesuatunya bisa lebih baik lagi.
Setiap kontrol dokter memberi obat penguat rahim yang paten. Berharap bayinya sehat, dan bisa bertahan di rahim hingga benar-benar siap hidup di dunia. Ngidam Bu Kanjeng kali ini pun tidak terlalu aneh. Sesekali ia ngiler juga dengan segarnya es kelapa muda. Ternyata segsrnya itu membuatku ketagihan, sehingga hampir tiada hari tanpa es kelapa muda di rumah. Padahal mitos mengatakan bahwa air kelapa tidak bagus untuk bayi dalam kandungan
Menginjak usia kehamilan 6 bulan, dokter memeriksa dengan USG. Terdeteksi berat bayinya dan posisinya yang sungsang. Dokter menganjurkan Bu Kanjeng mengikuti senam hamil, agar posisi bayinya normal. Diharapkan kelak bisa melahirkan normal. Usai pemeriksaan Bu Kanjeng dirujuk untuk mengikuti senam hamil, yang kebetulan hari itu ada jadwalnya. Bergabunglah ia di kelas senam hamil. Bu.Kanjeng tidak pernah senam hamil sejak awal Tak heran bila ia merasa cukup lelah hari itu
Selesai senam Bu Kanjeng pulang. Jarak rumah sakit ke rumahnya cukup jauh dan untuk menghindari macet ia pilih naik bajaj. Tanpa memperhitungakn getaran mesin bajaj yang menggoyang perutnya. Setiba di rumah ketika mau buang air kecil dan cuci kaki, Bu Kanjeng y merasakan ada sesuatu yang menempel di CDnya semacam bekas cairan berwarana merah jambu.
Langsung terlihat ada kecemasan. Bu Kanjeng cerita ke ibunya. Dan direspon.
” Perutmu nyeri ngga Nduk? Ibunya balik bertanya. Belum sempat diawab ibunya langsung memutuskan agar segera balik ke rumah sakit.
Bu Kanjeng mulai cemas.Akhirnya ia merasakan kontraksi yang lebih sering ketika perjalanan menuju ke rumah sakit. Suaminya yang masih di kantor juga dihubungi. Mereka hampir tiba di rumah sakit dalam waktu yang bersamaan. Dokter jaga rumah sakit segera ambil tindakan, memasukkan obat penguat rahim melalui tabung infus yang ada di lengan Bu Kanjeng.
Sementara ditangani oleh perawat, Bu Kanjeng tidak mendengar apa yang dijelaskan dokter pada suaminya. Mereka menghampiri Bu Kanjeng dengan gugup dan berusaha menghiburnya. Entah mengapa Bu Kanjeng langsung dibawa ke ruang bersalin; “ Apa mungkin bayiku akan lahir prematur?”batinnya bertanya.
Sungguh Bu Kanjeng tak akan pernah melupakan, di saat kontraksi di perutnya semakin mendera ia tak kuat menahan mules. Dan ada yang mendesak di bawah perutnya. Saat itu sedang pergantian perawat jaga, pukul 14.00. Sedangkan suami Bu Kanjeng dan ibunya tidak boleh masuk. Mereka hanya mendengar rintihan Bu Kanjeng yang menahan rasa sakit.
Untuk mengurangi rasa sakit, Bu Kanjeng banyak bergerak. Dan ketika ia membalikkan badannya ke posisi miring, air ketuban pecah. Bu Kanjeng langsung berteriak memanggil perawat. Mereka tergopoh masuk melakukan tidakan.
Ceprot sisa air ketuban yang lebih banyak dan bayi keluar bersamaan. Bu Kanjeng mendengar tangis perlahan. Sang Bidan memperlihatka sejenak sang bayi dan segera dibawa ke ruang bayi. Tubuh bayi yang mungil dipenuhi bulu kalong, ada bercak biru di kaki kirinya. Bu Kanjeng dalam keadaan sadar jadi ia tahu bahwa berat bayinya 1,3 kg. Dengan keadaan paru-parunya belum sempurna.” Ya Allah kuatkan hatiku untuk menerima kenyataan ini. Aku telah melahirkan anak ke dua. Batin Bu Kanjeng dengan harapan dan kebahagiaan l.
Sang bayi ditempatkan di ruang inkubator karena BB yang kurang dan paru-parunya belum sempurna. Bu Kanjeng sempat mengirim.ASI untuk bayinya.Memang sehari setelah melahirkan ASI yanf keluar cukup deras, tapi mulut mungil itu tak sanggup menikmatinya. Keadaannya pun tidak stabil. Dokter memutuskan Bu Kanjeng boleh pulang dan bayinya dirawat sampai berat badannya cukup untuk bisa dirawat di rumah.
Dengan menahan sejuta rasa kecewa bercampur harapan yang terbaik, Bu Kanjeng menitipkan bayinya yang ganteng itu di RS. Suaminya memberinya nama Ibnu Alit Kartika Bintara.
Bu Kanjeng sudah berada di rumah. Ia menggigil dan meriang. ASI tidak bisa tersalurkan. Di tahun 80an, Penggunaan ASI ekslusif belum dikampanyekan. Lebih praktis bayi diberi susu formula.
Bu Kanjeng diam di rumah. Ada suaminya, ibu dan adik Bu Kanjengbyang baru lulus jadi dokter lah yang setiap hari bolak balik ke RS tempat babynya dirawat, mengirim ASI dan kebutuhan lainnya.
Hari penuh harap cemas dilalui Bu Kanjeng sekitar 2 minggu. Segala macam obat yang bisa mempertahankan sang bayi agar bertahan hidup sudah dicoba. Dan akhirnya Bu Kanjeng tak kuasa melawan takdir. Allah mengambil bayinya.innalillahi wainna illahi rojiun.
Buku tentang perawatan bayi prematur yang dibaca dan dipelajari Bu Kanjeng tidak bisa dipraktikkan saat itu. Bu Kanjeng hanya bisa memeluknya dalam doa.
******
Duakali hamil dua kali kehilangan, sungguh menyakitkan bagi orang yang tidak beriman. Alhamdulillah Bu Kanjeng tidak stress. Ia masih punya harapan dan berprasangka baik kepada-Nya. Bu Kanjeng berjanji harus hati-hati dan tidak trauma untuk bisa hamil lagi demi mendapatkan buah hati.
Bu Kanjeng dan suami rajin konsultasi dari dokter kandungan yang satu ke dokter kandungan yang lainnya. Ada teman yang menyarankan ke Dr A itu bagus, mereka turuti. Ke Dr C katanya canggih dan banyak yang berhasil ya, Bu Kanjeng pun mendatanginya. Mereka berdua menjalani pemeriksaan untuk mengetahui penyebabnya. Apakah dari faktor internal atau eksternal.
Menjalani berbagai pemeriksaan dan mengikuti apa yang disarankan membuahkan hasil. Dua tahun setelah peristiwa kehilangan itu, Bu Kanjeng dipercaya Allah hamil lagi. Alhamdulillah.
“Wah ini yang ketiga loh nduk, harus esktra hati-hati!” pesan ibunya wanti wanti.l
Menjaga kehamilan ini jadi prioritas dalam hidup Bu Kanjeng yang sudah 2 kali gagal. Menjelang usia bulan ke 5 Bu Kanjeng disarankan harus bedrest. Istirahat total dari pekerjaan kantor dan hanya mengerjakan yang ringan-ringan saja. Bagi Bu Kanjeng hal ini kadang membosankan. Rasanya tak sabar ingin melihat bayinya lahir, sehat dan tumbuh normal
Masa kehamilannya kali ini, Bu Kanjeng sangat tenang, ngga ada rasa was-was, ia rajin ke dokter dan sesekali diselingi mengunjungi bidan yang tinggal ngga jauh dari rumah.
Malah Bu Kanjeng berpikiran positif dan yakin kali ini ia akan dipercaya Allah mendapat momongan. Ia berharap kalau ngga ada kelainan ia
mau melahirkan dibantu bidan.
Perkiraan melahirkan sudah dekat. Malam itu Bu Kanjeng periksa ke dokter. Senyum dokter dan ucapannya melegakan hatinya. ”Tinggal tunggu waktu semua baik- baik saja.”
Pagi usai salat subuh, Bu Kanjeng berniat jalan cepat dan berlatih pernapasan sesuai yang dianjurkan dokter. Tapi belum sempat ia melangkahkan kaki ke luar rumah, ia merasa ada yang basah di sela pahanya . “Apakah ini tanda air ketuban sudah pecah?”
Karena suaminya sedang ke luar kota, Ibunya menyarankan agar ke Bidan tetangga dulu supaya diperiksa nanti baru ke RS. Bu Kanjeng hanya ditemani pembantu dan jalan kaki menuju rumah Bu Bidan. Sebelum ke luar rumah Bu Kanjeng sempatkan minum madu dan makan pisang ambon
Ia pamitan kepada ibunya. Setibanya di klinik, Bu bidan memeriksa dengan sigap;
” Mau ke RS atau saya bantu? Sudah ada pembukaan, tinggal siap mengejan saja insyaallah lancar. Siap ya?”
“ Yang terbaik saja Bu,” Jawab Bu Kanjeng dengan tenang. Sementara asisten bidan menyiapkan segala sesuatu, Bu Bidan dengan santai mengajaknya ngobrol, hingga saatnya ia memberi perintah agar Bu Kanjeng mengambil napas dalam-dalam dan mengejan.
Bayi mungil perempuan dengan berat 3,2 kg menangis keras. Sang Kakek dan Nenek si bayi yang menunggu di luar sejak tadi pasti bahagia mendengarnya.
“Alhamdulillah ya Allah akhirnya, Kau beri aku kesempatan menjadi seorang ibu di dunia ini.” Ucap.Bu Kanjeng dengan rasa syukur. Dipandangi bayi mungil berambut lebat dengan kulit agak gelap. “Cantiknya bidadariku.” Batin Bu Kanjeng berucap. Bu Kanjeng menikmati pertama kali lidah sang bayi yang kasar menyentuh putingnya.
“Ya, Buah hatiku, kau menyatu dengan Ibu di alam dunia. Betapa bahagianya aku menjadi Ibumu. Sungguh aku hampir tidak percaya. Bayi yang selama ini kubawa kesana kemari di dalam perutku sekarang ada dalam dekapanku menyatu bersama napasku.” Bu Kanjeng berkata dalam hati.
******
Norma Wulan Kurniasih, nama cantik pemberian sang Nenek untuk buah hati Bu Kanjeng. Hampir semua perkembangannya didokumentasikan. Makanan kesukaannya, lagu anak anak yang dihapal.
“Perkembangan motorik dan lagak gayamu semua terekam indah di memori ibu, Nak. Kau dari tahun ke tahun tumbuh sehat dan hampir tidak pernah sakit. Ibu sangat bersyukur mendapat amanah dari Allah untuk menjagamu.” Itu kalimat terakhir yang ditulis Bu Kanjeng di diarynya.
Andai Allah memberinya umur panjang saat ini ia sudah menyelesaikan kuliahnya. Tapi Allah pun begitu menyayangi buah hati Bu Kanjeng. Tepat usianya 4 tahun dua bulan nyamuk nakal meregutnya. Allah masih menguji Bu Kanjeng.
Bu Kanjeng menyesali diri atas keteledoran yang duperbuat. Ia terlena dengan pekerjaan dan tidak waspada adanya bahaya penyakit Demam Berdarah.
Tiga buah hatinya ada dalam genggaman Allah sang Maha Kuasa. Ia sudah diberi kesempatan untuk hamil, melahirkan dan merawatnya walau sekejab.
“Terima kasih ya Allah masih Kau izinkan aku bahagia menerima hadiah terindah dari-Mu.”