Kurikulum Prototipe, Makhluk Apa?
Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Praktisi Pendidikan)
Kurikulum adalah sebuah diksi sangat populer. Semua orang yang terlibat dalam dunia pendidikan akan sangat familier dengan diksi kurikulum. Namun diksi “Kurikulum Prototipe” tentu baru. Sebelumnya kita familer dengan kurikulum 2013, walau belum semua sekolah melaksanakan kurikulum 2013.
Bila kita lacak jejak sejarah setidaknya telah terjadi perubahan kurikulum sebanyak 10 kali. Terjadi pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, dan 1994, tahun 2000-an masih hangat dalam ingatan kita terjadi perubahan kurikulum pada tahun 2004, 2006 dan 2013.
Tidaklah heran sering muncul ungkapan “Ganti Menteri Ganti Kurikulum”. Saat ini Era Merdeka Belajar dan Era Nadiem Makarim sebagai Mendikbud Ristek muncul sebutan baru yakni Kurikulum Prototipe. Makhluk apa Kurikulum Prototipe ini?
Mari kita telaah dan kenali Kurikulum Prototipe ini. Saya coba melacak dari sudut pandang Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo. Sosok muda ganteng dan layak kita selami pemikiran dan narasi futuristiknya.
Anindito Aditomo yang sering pula disebut Nino, Mas Nino, menjelasakan bahwa Kurikulum Prototipe ini adalah “…sebuah kerangka kurikulum nasional yang relatif ajek, tidak cepat berubah, tapi memungkinkan adaptasi dan perubahan yang cepat di tingkat sekolah”. Kurikulum nasional ajek, sekolah yang tidak harus ajek karena adaptatif terhadap disrupsi dimensi pendidikan.
Nino menjelaskan bahwa Kurikulum Prototipe ini akan dijalankan lebih masif dengan sifat opsional atau pilihan. Namun, pada 2024 nanti, kurikulum tersebut akan diterapkan secara nasional. Tahun tersebut menjadi akhir dari penerapan kurikulum 2013. Jadi tahun 2024 kurikulum 2013 tinggal kenangan.
Bila kita lihat dari penjelasan Nino maka Kurikulum Prototipe ini sifanya “kenyal” tergantung kebutuhan setiap satuan pendidikan. Bagi satuan pendidikan yang masih merasa cocok dengan kurikulum 2013 maka gunakan saja kurikulum 2013 sampai tahun 2024. Terutama bagi sekolah non penggerak.
Namun bagi 2500 dan 1000 sekolah penggerak dan pusat keunggulan, Kurikulum Prototipe ini menjadi kurikulum baru yang memberi kesempatan untuk diadaptasi sesuai tuntutan sekolah di setiap situasi dan daerah. Tujuan pendidikan secara umum sama, tetapi dinamika kultural dan keragaman potensi anak didik akan berbeda.
Penjelasan Nino mengatakan bahwa “Kurikulum sekolah, berbeda dengan kerangka nasional. Kurikulum sekolah harus lebih sering diubah, diperbaiki secara rutin berdasarkan evaluasi penerapan pada tahun atau bahkan semester sebelumnya. Kurikulum sekolah perlu di-update karena adanya perubahan karakteristik murid serta perkembangan isu kontemporer”. Ini menarik dicermati. Sekolah tidak selalu “bergantung” pada “komando” kurikulum seragam secara nasional.
Era Merdeka Belajar memberi peluang pada setiap sekolah untuk “merdeka” melakukan improvisasi penerapan kurikulum sesuai karakter, potensi dan tuntutan masyarakat di sekolah. Tentu secara makro Kurikulum Prototipe harus menjadi rujukan bersama, terutama mulai tahun 2024.
Namun secara mikro, setiap sekolah bisa sambil berjalan “meraba” potensi sekolah, akan dibagaimanakan anak didik agar lebih baik, dengan melihat realitas kontekstual dan tuntutan zaman, terutama di seputar kehidupan anak didik dan masa depan anak didik. Guru, anak didik dan kepala sekolah lebih tahu apa yang harus dilakukan dan dibutuhkan.
Kurikulum Prototipe memberi peluang pada setiap sekolahan untuk “berkompromi” antara tujuan pendidikan nasional, misi kurikulum nasional dan potensi rasional sekolahan. Kurikulum Prototipe karakternya “kenyal” adaptatif, kompromi dan disesuaikan dengan visi misi sekolah.
Bila dalam spirit dan pola pendidikan pelaksana program sekolah penggerak (PSP) dikenal istilah pendekatan pembelajar terdiferensiasi maka penerapan Kurikulum Prototipe pun memberi peluang setiap sekolah melakukan eksplorasi kurikulum sesuai “diferensiasi” potensi dan impotensi sekolah.
Nino mengatakan, “Kurikulum sekolah justru harus lebih sering diubah, diperbaiki secara rutin berdasarkan evaluasi penerapan pada tahun atau bahkan semester sebelumnya. Kurikulum sekolah juga perlu di-update karena adanya perubahan karakteristik murid serta perkembangan isu kontemporer,”
Nino mengatakan, “Kurikulum nasional juga harus memberi ruang inovasi yang bisa dan harus dikembangkan lebih lanjut oleh masing-masing sekolah”. Nino menjelaskan bahwa setiap sekolah punya “kedaulatan” dalam mementukan wajah prestatif sekolah mengacu pada krikulum nasional dan potensi opsional sekolah.
Bila kebudayaan nasional lahir puncak-puncak kebudayaan daerah terbaik maka Kurikulum Prototipe seolah menjelasakan bahwa pendidikan nasional pun adalah puncak-puncak “Kurikulum Operasional Sekolah” terbaik. Sekolah secara mandiri dan inovatif melakukan improvisasi Kurikulum Prototipe sesuai tuntutan mendesak dihadapan anak didik dan sekolah.
Nino pun mengatakan, “Menyusun kurikulum yang operasional adalah tugas sekolah. Jadi kurikulum antar sekolah bisa dan seharusnya berbeda, sesuai dengan karakteristik murid dan kondisi sekolah. Tentu asalkan mengacu pada kerangka yang sama”. Ini namanya “kedaulatan kurikulm sekolah”.
Kita kenal saat ini dengan KOS, Kurikulum Operasional Sekolah. Ibarat kerangka genting rumah sudah disiapkan oleh pemerintah, namun genting warna apa dan merek apa? Silahkan sekolah sesuaikan “selera” warga rumah. Ungkapan “Ku tahu yang Ku mau”. Sama artinya, “Sekolah Lebih Tahu Apa Yang Terjadi dan Harus Terjadi”.