Membangun Sekolah Desa
Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Kepala SMAN1 Parungpanjang)
Ada anomali dalam dunia pendidikan kita. Tentu anomali itu harus semakin hilang dari dunia pendidikan kita. Bentuk anomali yang terjadi di dunia pendidikan kita contohnya adalah terkait entitas tenaga pendidik dan fasilitas pendidikan. Fasilitas pendidikan dan tenaga pendidikan di sekolah kota akan sangat berbeda dengan sekolah desa.
Bisa jadi guru PNS menyemut di sekolah kota dan guru honorer malah menyemut di sekolah desa. Guru gemuk padat di sekolah kota, namun disisi lain di sekolah desa kekurangan guru bahkan pegawai TU. Bisa jadi sekolah kota begitu mewah dengan segala fasilitasnya, namun sekolah desa malah mepet ke sawah.
Bisa jadi sekolah kota makin kinclong karena selalu mendapat bantuan. Ungkapan Rhoma Irama “Yang Kaya Makin Kaya” dan ungkapan “Terlalu” bisa saja terjadi di dunia pendidikan kita. Sekolah desa makin terpinggirkan dan sekolah kota makin berkibar memesona. Anomali di dunia pendidikan itu sebaiknya terus diminimalisir. Pemerintah harus tahu pentingnya “memfavoritkan” semua sekolah.
Gerakan PPDB sistem zonasi sekolah diantara upaya pemerintrah dalam meminimialisir kesenjangan antara sekolah kota favorit dengan sekolah desa pinggiran. Upaya zonasi sudah lumayan berdampak memberi perbaikan pada sekolah desa, walau masih ada sejumlah penyimpangan di PPDB sekolah favorit. Faktanya sekolah kota favorit diserbu anak didik dan sekolah desa pinggiran cederung pilihan terakhir.
Bisa jadi sekolah kota favorit diburu para kepsek tertentu untuk kepentingan tertentu. Bisa jadi sekolah desa terpencil dihindari oleh sejumlah kepsek tertentu karena berbagai hal kepentingan subjektif. Biasanya kepsek sekolah kota bernarcis ria menebar foto atau gambar sekolahan yang mewah dan wow. Bisa jadi kepsek sekolah pinggiran hanya melihat dan termenung bagaimana menaikan citra sekolah desa pinggiran.
Setidaknya ada sejumlah solusi agar sekolah desa pinggiran makin oke seperti sekolah kota. Agar sekolah desa makin diminati, kinclong, megah dan berprestasi. Langkah yang harus dilakukan adalah : 1) pemerintah gelontorkan dana khusus membangun fasilitas sekolah desa selengkap mungkin, 2) angkat GTK PNS berprestasi sesuai kebutuhan sekolah desa, 3) pemerintah mewajibkan seluruh perguruan tinggi membuka jalur khusus mengafirmasi mahasiswa lulusan sekolah desa dan 4) ada tunjangan kusus bagi GTK sekolah desa pinggiran dua kali gaji.
Bila fasilitas sekolah sangat baik, pegawai PNS potensial cukup, perguruan tinggi punya jalur khusus menerima lulusan sekolah desa dan ada satu kali gaji bagi guru desa pinggiran akan lebih baik. Sekolah desa pinggiran akan menjadi “hitungan” bagi anak didik, guru dan para kepala sekolah. Prestasi dan aksesibilitas pendidikan di desa pinggiran akan lebih baik. Presiden Jokowi terkenal dengan gagasan membangun dari pinggiran.
Bukankah dana desa digelontorkan dari APBN dalam rangka membangun dari pinggiran? Mengapa tidak pola ini diterapkan untuk sekolah desa pinggiran. Bila perlu dana BOS-nya dua kali lipat dari sekolah kota. Bila layanan pendidikan dan anggaran pendidikan dari APBN sama untuk sekolah kota dan sekolah desa pinggiran bahaya. Mengapa bahaya? Karena akan terjadi disparitas ekstrim. Sekolah kota mempunyai kemudahan mendapatkan “dana orangtua kaya” sementara di desa sulit.
Agar layanan pendidikan antara sekolah desa pinggiran dan sekolah pusat kota tidak terjadi gap layanan dan “gap fasilitas” maka sekolah desa pinggiran harus diberi fasilitas berlipat dari sekolah pusat kota. Fasilitas berlipat dalam bidang sarana, kesejahteran GTK dan tentu dengan pendampingan ketat dari pemerintah. Selama sekolah pusat kota lebih dimanjakan dan sekolah desa pinggiran terabaikan, selama itu pula anomali pendidikan akan terus terjadi.
Prof. Dr. Rhenald Kasali menyatakan, “Suatu saat peradaban manusia akan bergeser dari kota ke desa. Desa akan menjadi hunian dan pilihan hidup pada masa depan pasca era disrupsi”. Pemerintah harus paham ini, maka segera alihkan perhatian lebih untuk membangun sekolah desa pinggiran lebih baik. Menyiapkan era “migrasi” masyarakat kota ke desa-desa! Suatu saat kehidupan di desa pinggiran akan jadi piihan orang kota yang ingin hidup lebih sehat . Tanah, air, udara dan kehidupan desa lebih sehat!