PUEBI itu apa, sih? PUEBI ya singkatan, heheh, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. PUEBI merupakan pengganti dari EYD yang selama ini sudah kita kenal sebelumnya. PUEBI menjadi hal yang tak bisa dipisahkan dari bagian kepenulisan kita. Penggunaan PUEBI yang tidak tepat membuat kalimat dalam tulisan kita tidak efektif. Sebab, salah satu ciri kalimat efektif adalah penulisannya sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) tersebut.
Apa saja isi PUEBI? PUEBI berisi penjelasan tentang penggunaan huruf, penggunaan kata, penggunaan tanda baca, serta penggunaan kata serapan. Selain berupa file PDF yang dapat diunduh melalui situs JDIH Kemendikbud, PUEBI juga tersedia dalam versi daring disini
Tahun 2015, EYD (Ejaan yang Disempurnakan) diganti menjadi PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). Perubahan ini telah ditetapkan di dalam Peraturan Menteri dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Adapun latar belakang dari perubahan ini antara lain untuk memantapkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara.
Seringkali kita “terganggu” ketika membaca tulisan yang tidak mengindahkan PUEBI. Iya, benar. Namun jika kita menulis sebentar-sebentar memerhatikan PUEBI pada tulisan kita, yang terjadi adalah tulisan tidak jadi-jadi. Pada zaman menulis memakai kertas, ketika komputer/laptop belum ada seperti sekarang ini, bola-bola kertas berserakn di kamar akibat menulis sebaris dua baris kita ulangi baca, kita benerin ejaannya. Akhirnya, ide yang ada di kepala hilang. Menulis pun berhenti, kertas disobek, diremas dan digulung layaknya bola-bola kertas dan dilemparkan. Alih-alih tugas menulis satu halaman di buku selesai, malah buku menjadi “kurus” disobek, diremas, dan dibuang.
Kembali ke judul. Menulis atau belajar PUEBI dulu? Jawabnya singkat saja. Menulis, kemudian terus menulis, lalu selesaikan tulisan. Apalagi pada smartphone seperti HP Android sudah terinstal aplikasi blogger. Tinggal klik, pilih draf dan menulis. Jika tidak selesai, simpan sebagai draf. Lanjutkan ketika ada kesempatan. Di sekolah misalnya pada jam istirahat, menunggu rapat dimulai, atau sesaat sebelum bel sekolah berbunyi. Di toko misalnya ketika istri belanja. Dan di berbagai kesempatan. Setelah selesai jangan terburu-buru memublikasikan ke blog. Setelah selesai, kita perika lagi ejaannya atau struktur kalimatnya. Jangan berlama-lama. Setelah itu, publikasikan.
O, ya! Menulis apa? Menulis apa saja. Misal melihat kucing kita “sedih”. Nama kucing kita Amiu (nama kucing sahabat saya), tulis saja:
Amiu Sedih
Amiu kelihatan murung. Ia sedih. Warna hitam bulunya di sekitar mata seakan menambah kesan bahwa ia sangat kehilangan.
Amiu, kucingku, baru saja melahirkan. Anaknya hanya satu ekor. Warna bulu anaknya mirip induknya. Lucu sekali. Aku berjanji akan membantu Amiu merawat anaknya. Tapi, keinginanku tinggal keinginan. Karena kebersaman mereka hanya sebentar.
Suatu hari, Amiu terlibat perkelahian. ia berkelahi dengan seekor kucing jantan. Rupanya si kucing jantan buas itu menerkam anaknya. Aku berlari ke arah keributan. Si kucing jantan buas berbulu putih itu pun terbirit-birit ketika aku membantu Amiu melindungi anaknya. Sayang, semua terlambat. Anak Amiu yang belum sempat kuberi nama keburu telah mati.
Kini Amiu sendiri. Kucing kesayangku murung sekali. Tidurnya tidak nyenyak. Sesekali mengigau. Ia mengeong-ngeog dengan suara pilunya.
“Miau….miau..,” seakan memanggil anaknya yang telah pergi. Kasihan sekali.