Prof. Dr. Ir. R. Eko Indrajit, M.Sc., MBA., Mphil., MA kembali menjadi pemateri pada group menulis gelombang 14. Selama ini Beliau telah menerbitkan 50 buku yang sebagian ditulis dalam Bahasa Indonesia dan beberapa dalam Bahasa Inggris. Untuk artikel populer dan jurnal sudah banyak sekali ditulis dan dishare secara gratis ke mana-mana. Beliau menulis sejak semester 1 di ITS tahun 1988. Beliau menulis karena kesepian untuk pertama kali ngekos jauh dari orang tua. Karena Beliau jurusannya teknik komputer maka sering menulis di majalah-majalah komputer, artikel pertama dimuat di majalah Mikrodata.
Prof. Ekoji senang menulis karena waktu kecil hobi membaca. Buku-buku favorit yang pernah dibacanya adalah karya Karl May, RA Kosasih, Album Cerita Ternama, Cerita Lima Benua, Alfred Hitchcock dan lain-lain. Majalah anak-anak yang gemarinya adalah Bobo, Kuncung, Kawanku dan lain sebagainya. Ketika memasuki jenjang SMP dan SMA sekolahnya mewajibkan membaca buku karya sastra Indonesia dan membuat sinopsis. Buku yang Beliau baca ketika itu adalah karya para pujangga lama dan pujangga baru seperti Layar Terkembang, Siti Nurbaya, Perawan di Sarang Penyamun, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk dan lain sebagainya. Ketika SMA selama 3 tahun studinya telah sukses membuat 113 sinopsisi dari karya-karya sastra Indonesia. Membaca karya sastra sama halnya belajar keindahan dan kosa kata baru. Dengan keindahan, suara hati menjadi terasah. Jika seorang anak membaca karya sastra maka jadilah anak-anak yang mendapatkan benih-benih karakter yang baik.
Karena hobi membaca karya sastra maka Beliau manfaatkan untuk membuat puisi, pantun dan gurindam untuk menggoda dan mendekati calon istrinya. Hasil dari banyak membaca karya sastra dan menulis puisi adalah mampu memperistri seorang artis. Ternyata Bu Ekoji (Lisa A. Riyanto) klepek-klepek kena jurus The Power of Word. Beliau juga menceritakan ketika membuka pameran tahun 2008, Presiden Megawati pernah menyampaikan ‘tulislah apa saja yang sudah ada di kepalamu, niscaya pasti ada manfaatnya bagi sejumlah orang di tanah air’.
Sebetulnya yang hobbi menulis adalah ayah Prof. Ekoji. Ayahnya menulis karena tuntutan pekerjaan sebagai pegawai pemerintah. Setelah 35 tahun berkarya ayahnya pensiun dan mengajak Profesor Eko untuk membuat tulisan bersama. Tulisan bersama ayahnya sekitar 10 judul buku. Sampai usia menginjak 79 ayahnya sudah menulis kurang lebih 20 buku dan telah diterbitkan di mana-mana. Ayahnya gemar menulis dengan alasan agar tidak pikun dan mencari kesibukan. Selain tujuan tersebut juga memberikan kontribusi kepada masyarakat sekitarnya.
Moto hidup Profesor Ekoji sangat sederhana: ‘cara menabung paling mudah adalah dengan cara berbagi’. Dengan menulis, maka Beliau bisa memberikan pikirannya walaupun sederhana kepada orang lain. Dengan demikian tabungan jumlah teman dan jejaring semakin meluas. Dari situ Beliau mendapatkan warna-warni kehidupan yang tak terfikirkan sebelumnya. Cita-cita Beliau bisa keliling Indonesia menjadi kenyataan, dibiayai orang lain. Kepandaiannya menulis, berdampak positif Beliau keliling Indonesia. Pengalaman Beliau yang paling menarik adalah ketika lahir dan dibesarkan di Dumai Riau. Di mana Beliau hidup di depan hutan bersama-teman-temannya dengan rumah tanpa pagar. Beliau bersama laskar pelanginya sekolah dan bermain sampai maghrib.
Beliau menyampaikan orang yang gemar mengobrol berarti memiliki bakat menulis. Karena yang diperbincangkan bisa ditulis. jika kita senang berfikir berarti mempunyai modal menulis. Karena apa yang kita pikirkan dapat ditorehkan ke dalam tulisan. Ketika Prof. Eko dimintai kiat cara menyelaraskan kegiatan menulis dengan aktivitas lain yang cukup banyak. Beliau mengatakan tekniknya menulisnya adalah satu halaman sebelum tidur. Jika 1 hari satu halaman, berarti tiga bulan 100 halaman. Barulah diterbitkan dalam bentuk bunga rampai pikiran sebelum tidur. Menulis yang paling mudah adalah yang paling kita SUKAI dan KUASAI, apapun itu. Memang menyusun kalimat pertama sulit, tetapi ketika sudah berhasil, akan mengalir dengan sendirinya dan lama-lama menjadi ketagihan.
Ketika ada seorang penanya yang membahas tentang proses menuju Indonesia Digital Learning (IDL). Penanya memaparkan kendala dan fakta otentiknya adalah: (a) Hanya 2,5% guru yang menguasai teknologi/melek IT (menurut pengamat pendidikan Indra Charismiadji), (b) Layanan internet yang belum merata terutama di daerah 3T, (c) Sebagian Masyarakat menganggap internet masih mahal. Terbukti di banyak sekolah, terutama di daerah, kehadiran siswa dalam pembelajaran daring masih minim. Alasan utamanya terkendala saran dan prasarana kuota internet. Beliau memaparkan pemerintah akan berusaha keras agar semua daerah dilalui internet broadband dengan beaya terjangkau. Tetapi kalau kita menunggu baru berkarya terlampau lama. Seyogyanya marilah berkarya dalam keterbatasan.
Kadang kita berfikir bahwa seorang profesor tidak pernah terpuruk. Sebetulnya Profesor Ekoji pernah terpuruk berkali-kali. Tapi Beliau selalu berfikir bahwa masih ada jutaan orang yang tidak seberuntung dirinya. Maka segera instospeksi dan senantiasa bersyukur dengan segala yang Allah telah berikan kepada dirinya. Ketika sakit agar terbentuk antibodi dalam tubuh dengan cara bangkit dan berfikir positif. Begitupun dalam kondisi terpuruk, agar kuat dalam menghadapi persoalan kehidupan. Tidak penting berapa kali kita jatuh, yang jauh lebih penting adalah berapa kali kita berani bangun dari keterpurukan dan move on untuk memberikan apapun yang terbaik bagi orang lain. Baginya keluarga adalah nomor satu. Keluarga adalah sumber inspirasi, motivasi dan energi. Melalui kehadiran mereka kita bisa menemukan cinta Allah SWT yang sangat luar biasa. Dan menurut Beliau menanamkan karakter positif sangat sederhana karena pendidikan karakter dimulai dari keluarga yang diperkuat oleh sekolah dan masyarakat.