Sekapur Sirih
Refleksi adalah satu dari jutaan kata yang sangat saya sukai. Hampir semua aktivitas yang saya lakukan tak lepas dari kata refleksi. Refleksi selalu menjadi bagian penting yang saya gunakan dalam menarik makna dan nilai dari setiap proses aktivitas yang saya jalani. Refleksi merupakan sebuah proses penghayatan yang mendalam, perenungan pemikiran, dan pengamatan terhadap diri sendiri dan segala hal yang kita alami.
Melalui refleksi kita bisa melihat lebih jernih atas apa yang sudah terjadi yang kemudian bisa kita gunakan untuk menata kembali niat dan tujuan agar hari esok menjadi lebih cerah dan terarah. Refleksi adalah mercusuar, kompas, dan bintang di langit yang dapat menenangkan hati dan menuntun arah kita menuju ke tempat tujuan atau mimpi-mimpi yang kita harapkan.
Saat saya bertemu dengan guru, saya sering sekali bertanya tentang mimpi-mimpi guru dengan pertanyaan yang reflektif, “Mengapa Bapak/Ibu mau atau ingin menjadi guru?” Sebuah pertanyaan yang membuat pikiran dan perasaan guru berefleksi jauh ke belakang untuk mencari nilai, bangunan niat, dan benih cita-cita dan tujuan mengapa ingin menjadi seorang guru. Bagi saya, jawaban dari pertanyaan ini dapat menerangi langkah guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pelukis masa depan Indonesia.
Refleksi dari pertanyaan di atas dapat memberikan energi bagi guru untuk terus belajar, untuk terus bermimpi untuk memberikan yang terbaik untuk murid-murid tercinta. Bukan hanya murid-murid yang didorong untuk bermimpi, guru juga harus melukis mimpi-mimpinya.
Sebagai seseorang yang mencintai profesi guru, saya sangat senang dan bangga membaca buku yang berisi tulisan refelktif guru yang mendapatkan kesempatan belajar ke negeri China. Saat membaca buku “Kisah Seru di Balik Tirai Bambu” ini, saya tidak hanya mendapatkan cerita dan pengalaman guru selama tiga minggu disana, namun saya juga menemukan ‘bangunan kokoh’ masa depan pendidikan Indonesia.
Salah satunya dari Arnold Jacobus, M.Pd, guru Guru di SDN 90 Singkawang, Kota Singkawang Kalimantan Barat, “Saya mengabdi di sekolah itu dengan niat mencerdaskan anak bangsa, atau setidaknya membekali anak di kampung itu dengan bekal berbagai ilmu pengetahuan maupun ilmu kehidupan yang bisa mereka gunakan dalam menjalani kehidupannya. Jika kita ikhlas berbagi ilmu kepada orang lain, maka Allah akan membalas ilmu kita lebih banyak lagi”.
Jaka Afriana, M.Pd., guru SMP Negeri 6 Sambas juga bercerita tentang mimpi-mimpinya, “Semua berawal dari mimpi yang pelan-pelan berubah jadi nyata. Jangan takut untuk bermimpi, bermimpilah selagi bisa, berbuat lebih melalui tindakan dan berdoa semoga alam semesta mendukung mengubahnya jadi nyata”
Saya percaya bahwa ketulusan niat dan keabadian perjuangan seorang guru serta mimpi-mimpi guru dapat mengantarkan anak-anak Indonesia menjadi generasi yang unggul dan bermartabat. Hal ini bisa dicapai jika guru terus belajar dan terus berefleksi.
Saya yakin upaya yang dilakukan para guru dalam membuat buku “Kisah Seru di Balik Tirai Bambu” ini adalah hasil dari proses refleksi yang mendalam akan kesempatan belajar di negeri Panda yang dituangkan dalam bentuk cerita-cerita unik dan inpiratif. Melalui buku ini, guru-guru ingin bercerita pengalaman serta menghimpun semua energi positif untuk bisa dibagikan kepada insan pendidikan lainnya.
Saya ucapkan selamat kepara para penulis atas karya bersama ini. Jadikanlah refleksi sebagai sebuah kebiasaan. Sediakan waktu untuk berefleksi, baik secara mandiri maupun secara bersama-sama. Refleksi adalah kunci penting bagi kemajuan pembelajaran guru.
Terakhir, ijinkan saya menitipkan pesan Ki Hadjar Dewantara kepada para penulis “Ambillah dari kebudayaan asing segala yang (a) dapat memperkembangkan, yaitu memajukan kebudayaan kita sendiri, dan (b) yang dapat memperkaya, yaitu menambahi kebudayaan bangsa kita”.
Bagi yang memegang buku ini, saya haturkan selamat menikmati kisah seru para guru di balik negeri Tirai Bambu. Selamat membaca!
Iwan Syahril
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan