Wawancara dengan Radio Elshinta Jakarta
Tadi sore saya diwawancara oleh Radio Elshinta Jakarta. Topiknya tentang pembukaan sekolah di semester genap 2021.
Bagi saya yang mengajar di kota besar seperti Jakarta harus hati-hati dalam membuka sekolah. Jangan sampai menimbulkan cluster baru di sekolah. Jumlah penderita covid-19 semakin bertambah banyak di Jakarta. Kesehatan siswa menjadi prioritas utama.
Selama ini saya selalu menaati protokol kesehatan. Pakai masker kemanapun pergi, menjaga jarak dan mencuci tangan. Bahkan saya ikut Rapid tes dulu sebelum mengikuti kegiatan di luar rumah. Hal ini saya lakukan agar selalu terjaga dari virus covid-19.
Namun, untung tak dapat diraih. Malang tak dapat ditolak. Saya tetap terkena virus covid-19 dan dinyatakan positif covid-19 oleh dokter yang memeriksa hasil swab saya. Saya merasa sedih sekali mendengarkan berita ini.
Terus terang saya tak bisa membayangkan bila semua sekolah dibuka saat ini. Kami saja yang orang dewasa dan selalu menjaga protokol kesehatan dengan sangat ketat terkena juga virusnya. Apalagi bila hal itu terjadi pada anak-anak kita yang sedang beranjak dewasa. Contohnya anak saya, terkena juga virus covid-19.
Hal ini tentu tidak bisa dianggap remeh. Perlu kehati-hatian dalam membuka sekolah seperti dulu. Kita tidak bisa terburu-buru dalam mengeluarkan kebijakan. Ini saran saya untuk pemerintah daerah yang dipercaya untuk mengizinkan membuka sekolah. Cek and Rechek dahulu sebelum mengambil keputusan. Kalau memang dirasa sudah siap, silahkan dibuka dengan protokol kesehatan yang ketat.
Bagi kami yang mengajar di kota besar seperti Jakarta, sebaiknya jangan dibuka dulu. Pembelajaran jarak jauh atau pjj masih efektif hingga saat ini asalkan terus dievaluasi dan dikomunikasikan dengan baik kepada orang tua siswa. Kalau guru mengajarnya enak dan mau belajar teknologi terbaru pasti pembelajarannya akan seru. Anak anak tetap senang mendapatkan materinya. Hal itu saya baca dalam buku menciptakan pola pembelajaran yang efektif dari rumah yang dibuat oleh para guru Indonesia.
Memang harus diakui. Membuka sekolah saat ini seperti buah simalakama. Kasihan juga anak-anak yang memiliki keterbatasan akses internet terutama sekolah di desa yang belum ada akses internet cepat. Mereka tidak mendapatkan layanan belajar seperti siswa di kota besar. Mereka tentu ingin mendapatkan layanan pendidikan yang terbaik.
Solusinya adalah jangan terburu-buru membuka sekolah. Mungkin bisa dilakukan secara bertahap dengan protokol kesehatan yang ketat. Sekolah harus rajin mengadakan rapid tes dan swab supaya dapat mengetahui orang tanpa gejala covid-19. Ikuti panduan membuka sekolah yang sudah dibagikan oleh pemerintah pusat.
Saya sendiri tahu positif covid-19 setelah memeriksakan diri ke puskesmas dan kaget mendengar hasil SWAB-nya dari dokter Silvi kalau saya positif covid-19 dan harus menjalani karantina mandiri di rumah. Saya seperti mendengarkan petir di siang bolong.
Saya langsung lapor kepada pimpinan sekolah dan juga pengurus RT, dan RW setempat. Alhamdulillah di Respon dengan baik oleh mereka. Hal ini saya lakukan agar virus ini tidak menular kepada yang lain. Sebab bila terkena dengan orang yang punya penyakit bawaan akan fatal akibatnya. Saya mendengar kabar dari pak Imron Rosadi kalau salah seorang peserta yang ikut kegiatan bersama kami di Jakarta meninggal setelah mengikuti kegiatan kedinasan di hotel yang sangat ketat protokol kesehatannya.
Jadi tadi sore saat saya wawancara di radio Elshinta, saya meminta kepada pendengar radio agar hati hati dalam membuka sekolah. Kalau salah mengambil kebijakan, maka yang akan menjadi korban anak didik kita yang mereka juga punya keluarga di rumah. Jangan sampai mereka ikut tertular virus covid-19. Orang tanpa gejala sekarang semakin banyak dan mereka tidak pernah ikut rapid tes karena takut.
Pesan saya ketika diwawancara oleh radio Elshinta adalah kalau zona masih merah, sebaiknya pembelajaran tetap dilakukan secara jarak jauh. Terbukti hasil evaluasi kami, anak-anak tetap senang belajar dari rumah masing-masing. Walaupun sebenarnya kami sudah rindu ingin bertemu langsung dengan mereka. Sekolah menjadi ramai kembali dan kita bisa langsung menanamkan pendidikan karakter kepada siswa. Sholat berjamaah kembali di masjid sekolah.
Biar bagaimanapun pembelajaran langsung tatap muka di sekolah jauh lebih baik. Tetapi bila ada pandemi seperti ini perlu bijak dalam memberlakukan kurikulum darurat tau kurikulum dalam kondisi khusus. Ikuti instruksi dari dinas pendidikan setempat. Patuhi aturan yang sudah ditetapkan.
Virus covid-19 ini masih ganas dan saya merasakannya sendiri bagaimana cepat sekali menular kepada keluarga kami di rumah. Apalagi setelah diberitahu kalau hasil swab anak dan istri saya ternyata positif covid-19 juga. Padahal mereka semua terlihat sehat dan tidak mengalami keluhan apapun. Rasanya seperti tak percaya dan ini nyata dihadapan kita.
Wawancara dengan radio Elshinta tadi sore juga mengumumkan hasil survey mereka bahwa lebih dari 50 persen orang tua masih belum mengizinkan anaknya ke sekolah. Alhamdulillah kalau survey ini benar. Sebab saya saja yang sudah menjaga protokol kesehatan secara ketat masih terkena juga. Apalagi anak-anak yang terkadang tidak sadar kalau ternyata orang tanpa gejala. Mereka bisa menyebarkan virus Corona kemana mana.
Sungguh anak kedua saya saja sampai saat ini merasa belum mau menerima dan percaya kalau dinyatakan positif covid-19, karena keadaannya baik baik saja. Saya beruntung langsung memeriksakan diri ke puskesmas dan pro aktif memeriksakan diri supaya lebih awal tahu kalau terkena virus covid-19. Sehingga kami tahu lebih awal tentang kondisi kami sekeluarga.
Kepada para pembaca, saya tahu ada pro dan kontra dalam pembukaan sekolah. Sebaiknya kita bijak dalam berpikir dan matang dalam bertindak. Membuka sekolah saat pandemi ini bukan kebijakan yang tepat. Kalaupun memang sudah siap lakukan secara bertahap dengan aturan protokol kesehatan yang sangat ketat.
Anak-anak dan guru harus di swab agar orang tanpa gejala dapat diketahui secara mandiri. Tidak mudah memang tapi harus dilakukan agar virus covid-19 dapat kita ketahui dengan cepat penularannya. Kesehatan anak didik kita harus menjadi skala prioritas.
Sekarang periksa swab di puskesmas gratis dan tidak dipungut biaya sama sekali di Bekasi. Sekolah harus bekerjasama dengan puskesmas atau dinas kesehatan setempat sehingga tidak ada cluster baru di sekolah kita.
Dulu saya yakin bekerja dari hotel tidak akan terkena serangan virus Corona karena ketat sekali protokol kesehatannya. Kami diperiksa suhu tubuh dan membawa surat hasil rapid tes. Namun kenyataannya pulang dari hotel kita tidak tahu kalau virus ini ternyata sudah menempel dalam tubuh kita.
Wawancara saya di radio Elshinta sore ini membuat saya merenung dan melakukan refleksi diri. Kebijakan 4 menteri yang disiarkan secara langsung kemarin harus membuat pemerintah daerah bertindak bijaksana.
Kuncinya ada pada pemerintah daerah dan pemerintah pusat sudah memberikan rambu-rambunya. Bukalah sekolah bila dianggap sudah tepat dan gurunya sudah siap menerima siswa kembali belajar di sekolah. Terutama sekolah SMK yang lebih banyak praktiknya.
Bagi saya pembelajaran jarak jauh atau pjj masih efektif hingga saat ini. Saya sendiri sudah mengeluarkan dan menerbitkan buku baru dengan judul agar pjj tidak lagi membosankan. Semoga dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan pendidikan di negara kita.
Salam blogger persahabatan
Omjay
Guru Blogger Indonesia
Blog http://wijayalabs.com
setuju Om Jay. Membuka kembali kelas tatap muka disesuaikan dengan kondisi tertentu dan mematuhi protokol kesehatan agar tidak menambah cluster baru terhadap dunia pendidikan. Harus adanya kebijakan-kebijakan daerah yang memang memberikan perhatian yang lebih terhadap pandemi ini dan kebijakan ini memang tepat guna dalam memberikan trobosan baru yang disesuaikan dengan perubahan yang lebih baik terutama ketika akan dibuka kembali kelas tatap muka.
Tulisan ini penting untuk dibaca pemangku kepentingan pendidikan agar hati hati dalam memutuskan kebijakan masuk sekolah tepat.